Dominasi dan Submisi
Fungsi hidup yang terlupakan
Sebagian besar orang yang saya temui selama perjalanan BDSM sangat terkejut dengan kedua konsep tersebut. Menurut mereka masing-masing posisi merupakan kejahatan dan penyerangan atas kedaulatan manusia yang merdeka. Apakah benar demikian?
Ketika menyebut BDSM, sebagian besar orang akan langsung membayangkan polar ekstrim yang mereka pernah dengar atau lihat. Dari sini saya rasa masalah terbesarnya adalah apakah informasi yang mereka terima sudah objektif, sudah mewakili spektrum aktivitas BDSM yang cukup luas, atau hanya terbatas gosip dan konten dewasa. Sayangnya begitulah realita yang saya hadapi dari 2009 sampai sekarang (2023). Pembendaharaan pengetahuan manusai mengenai BDSM terasa stagnant, dimana perkembangan hanya dirasakan oleh akademisi, aktivis, dan segelintir praktisi. Tabu tetap menjadi penghalang utama manusia dalam mengerti persepsi psikis yang lebih komplek, yang menjadi fokus BDSM.
Lantas tidak heran ketika persepsi mengenai Dominasi dan Submisi malah menyeleweng ke kekerasan, pemaksaan, dan perudapaksaan. Definisi semantik dari kata “dominasi” dirusak seperti halnya kata “gagah/mengagahi”. Padahal ketika kita kembalikan ke terminologi kata tersebut, dominasi berarti:
1 penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya); 2Ling hal tergantungnya suatu konstituen sintaktis pada simpai di atasnya;
— fauna Zool keadaan unggul suatu spesies fauna dalam suatu komunitas tertentu;
— flora Bot keadaan unggul suatu spesies flora dalam komunitasnya, biasanya diukur dari kepadatan populasi, frekuensi, dan biomassanya;
— genetik Bot keadaan unggul suatu sifat keturunan yang tampak di dalam penampilan;[1]
Cukup substansial dan fungsional, bukan? Dominasi adalah posisi yang bekerja layaknya alat yang bisa membantu sekitarnya berkembang, atau menghancurkan. Kuncinya bukan di posisi tersebut, tetapi siapa yang berada disana. Dengan begitu kata Dominasi menjadi sangat netral dalam hal gender maupun seksualitas, dengan pengaruh yang sangat subjektif. Dominasi bisa berupa Orang Tua kepada Anak, Guru kepada Murid, Senior kepada Junior, Atasan kepada Bawahan. BDSM mengadopsi dinamika yang sama, karena aktivitas BDSM seringkali tidak mengandung kopulasi.
Bagaimana dengan submisi? Apakah selalu berarti korban kekerasan?
Submisi bukan kata bahasa Indonesia, melainkan saduran dari submission di Bahasa Inggris yang artinya:
1 a : perjanjian hukum untuk tunduk pada keputusan arbiter. b : tindakan menyerahkan sesuatu (untuk pertimbangan atau pemeriksaan) juga : sesuatu yang dikirimkan (seperti naskah)
2 : kondisi tunduk, rendah hati, atau patuh
3 : tindakan tunduk pada otoritas atau kendali orang lain.[2]
Ternyata konsep submisi sangat lekat dengan keseharian manusia. Submisi yang dilakukan pun tidak serta merta melanggar hak asasi manusia. Sebaliknya, submisi dilakukan sebagai usaha mempermudah hidup dengan membantu mekanisme sosial berjalan secara fungsional. Submisi adalah bentuk persetujuan seseorang sebagai bagian dari mesin peradaban, agar lantas bisa menikmati manfaat sistem hidup komunal tersebut.
Nyatanya kita mempraktekan dominasi dan submisi dalam keseharian dan tanpa sadar menjalankan pola dinamika yang sama dengan aturan BDSM. Dalam keseharian kita mengerti mekanisme kapan harus dominan dan kapan harus submisif. Pentingnya kesepakatan dan izin mendominasi, serta proses mendominasi yang sehat. Lantas mengapa sulit untuk menerima dinamika dan proses yang sama di dalam konsep BDSM? Mengapa lantas abai atas kuasa submisif diluar ruang aktivitas yang sudah disepakati, atau bahkan abai atas fungsi kesepakatan yang jelas?
Saya rasa itulah letak masalahnya. Banyak orang tergiur atas fantasi yang ditawarkan dari nuansa BDSM, tanpa kecerdasan untuk menelaah proses yang perlu dijalani untuk menerima fantasi tersebut. Manfaat instan, itulah perangkap kemalasan intelektual manusia. Tidak hanya mengenai BDSM, pola pengabaian yang sama juga terbukti membahayakan seseorang ketika negosiasi bisnis, bahkan menyetujui pinjaman uang yang ternyata punya beban bayar yang merugikan. Tidak jarang orang kehilangan harta bahkan nyawa karena abai dalam mempertimbangkan ajakan dan iming-iming.
Kesimpulannya apakah kita cukup bijaksana dalam menganalisa instrumen dan oknum, objektivitas dan subjektivitas, sebab dan akibat, manfaat dan bahaya, dan berhenti memakai BDSM sebagai kambing hitam kelalaian diri sendiri?
[1] https://kbbi.web.id/dominasi
[2]https://www.merriam-webster.com/dictionary/submission