Hadiah & Hukuman

BDSM dengan dinamika timpang kuasa nya menciptakan ruang dominasi antara satu pihak dengan pihak lainnya. Dalam praktiknya, katalis untuk membangun komunikasi non-verbal antara pelaksana adalah lewat pemberian instruksi dan respondnya. Dom (Dominant) menuntut sub (submissive) untuk memenuhi perintah dengan baik, dan sub mengharapkan ganjaran yang sesuai dengan respond yang diberikan.

Dari pengalaman yang saya dapatkan selama ini, sebagian besar interaksi non-verbal ini jauh lebih kompleks dari sekedar ritual kepatuhan saja. Karena BDSM secara natural bekerja diranah permainan peran, maka ”ya” bukan berarti setuju dan ”tidak” bukan berarti menolak. Permainan psikologi ini mendekonstruksi konsep ”kepatuhan” menjadi transaksi antara motivasi dan ekspektasi. Seseorang mungkin memiliki motivasi terkait proses kopulasi, tetapi dengan ekspektasi bahwa proses tersebut diberikan setelah melalui serangkaian tugas atau tes sehingga pencapaian motivasi tersebut dirasa jauh lebih berharga. Dengan begitu, respond terhadap perintah pun akan beragam, sesuai ekspektasi Dom atau sub. Dom bisa memberikan perintah sesederhana untuk merasakan kepuasan karena dipatuhi dan menunjukan bahwa Dom realistis dan bisa dipercaya. Sedangkan sub menjalankan perintah karena kepuasan melayani serta menerima imbalan yang sesuai sembari membangun rasa percaya. Disis lain Dom bisa mengulur waktu dalam memenuhi motivasi sub dengan berbagai perintah atau tugas sehingga membangun antisipasi.  Pun sub bisa memikat Dom dengan mengulur waktu untuk memenuhi motivasi Dom dan sengaja tidak melakukan perintah agar Dom merasa tertantang. Dengan begitu ”Hadiah” bukan berarti hal yang diinginkan dan ”Hukuman” bukan berarti akibat negatif. Karena banyaknya kombinasi antara motivasi dan ekspektasi tersebut, sangat sulit untuk menjabarkan satu per satu mengingat setiap orang memiliki preferensi yang berbeda, bahkan operandi yang berbeda ke satu orang dengan orang lainnya.

Maka dari itu, saya akan menyederhanakan aspek tersebut menjadi Afirmasi dan Negasi. Konsep ini diambil dari teori Operant Conditioning atau Pengkondisian Instrumental, yaitu proses pembelajaran di mana perilaku dimodifikasi melalui asosiasi stimulus dengan afirmasi atau negasi. Di dalamnya, operant—perilaku yang memengaruhi sekeliling seseorang—dikondisikan ada atau tiadanya tergantung pada konsekuensi sekitaran perilaku tersebut.

Operant Conditioning berasal dari karya Edward Thorndike, yang teori hukum efeknya menjelaskan bahwa sebuah perilaku muncul sebagai akibat dari konsekuensinya, apakah memuaskan atau tidak menyenangkan. Pada abad ke-20, Operant Conditioning dipelajari oleh psikolog perilaku, yang percaya bahwa sebagian besar (jika tidak semua) pikiran dan perilaku dapat dijelaskan sebagai sebuah akibat dari pengkondisian lingkungan. Afirmasi (Penegasan) adalah stimulus lingkungan yang meningkatkan perilaku, sedangkan Negasi (Hukuman) adalah stimulus yang menurunkan perilaku. Kedua jenis stimulus tersebut selanjutnya dapat dikategorikan menjadi stimulus positif dan negatif, yang masing-masing melibatkan penambahan atau penghilangan stimulus lingkungan[1].

Afirmasi Positif

Afirmasi positif adalah penegasan bahwa perilaku yang dilakukan adalah respond yang disukai/diharapkan dari perintah yang diberikan dengan memberikan insentif terhadap perilaku tersebut agar dapat di replika atau dikembangkan.

Contoh : Rayuan, pujian, izin klimaks.

Afirmasi Negatif

Afirmasi negatif adalah penegasan bahwa perilaku yang dilakukan adalah respond yang disukai/diharapkan dari perintah yang diberikan dengan menghilangkan aspek stimulus yang menganggu atau tidak diperlukan agar perilaku lebih mudah direplika atau dikembangkan.

Contoh : Kekangan badan agar sub fokus, pose submisif, stimulus pada bagian tubuh.

Negasi Positif

Negasi positif adalah penolakan terhadap imbalan atas respond yang dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi/preferensi tanpa merampas stimulus yang disukai responder. Dengan begitu insentif atas perilaku tertentu tidak sejalan dengan ekspektasi sehingga probabilitas perilaku tersebut untuk diulangi akan berkurang.

Contoh : Pemaksaan klimaks, memaksimalkan stimulus, menarik rambut/tali kekang 

Negasi Negatif

Negasi negatif adalah penolakan atas respond yang dianggap tidak sesuai ekspektasi/preferensi dengan merampas stimulus yang disukai responder sebagai aksi menarik atensi atas kondisi saat itu. Dengan begitu ekspektasi dan motivasi hilang sama sekali dari salah satu pihak yang membuat dinamika tidak lagi bisa tercipta sehinggal perilaku tidak lagi punya fungsi atau makna.

Contoh :  Penolakan klimaks, penghentian stimulus, pose hukuman.

[1] Thorndike, E.L. (1901). “Animal intelligence: An experimental study of the associative processes in animals”. Psychological Review Monograph Supplement.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *