Penjabaran BDSM
Istilah “BDSM” pertama kali tercatat dalam posting Usenet dari tahun 1991, (Kamus Online Oxford) dan ditafsirkan sebagai kombinasi dari singkatan B / D (Bondage/Pengekangan dan Disiplin), D / S (Dominasi dan Submission/Kepatuhan), dan S / M (Sadisme dan Masokisme). BDSM modern sekarang digunakan sebagai frase menyeluruh yang mencakup berbagai aktivitas, bentuk hubungan interpersonal, dan subkultur yang berbeda. Komunitas BDSM umumnya terbuka untuk orang dengan kecenderungan non-normatif yang mengidentifikasi diri melalui komunitas ini; mungkin juga termasuk termasuk Lintas-Busana, Penggemar Modifikasi Tubuh, Roleplayer Binatang, Fetishis Karet, dan lainnya [1].
Dalam cakupan psikologi, BDSM mengacu pada aktivitas yang mencakup detail akronim tersebut antara orang dewasa yang telah memberikan persetujuan. Ini bisa dianggap praktik, gaya hidup, orientasi, dan subkultur [3]. Dari sini kita bisa memahami bahwa BDSM mengacu pada aktifitas resiprokal (timbal-balik) sesuai dengan persetujuan semua orang yang terlibat. Hal ini berbeda dengan kelainan seksual (Parafilia) dimana perlakuan yang sama diberikan kepada pihak yang tidak setuju atau bahkan tidak mengetahui adanya perlakuan tersebut. Maka dari itu, setelah pembahasan menyeluruh, BDSM dengan persetujuan tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan seksual didalam buku panduan analisis psikologi DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang diterbitkan tahun 2013 [3]. Seperti halnya seksualitas perempuan, histeria, antisosial, kepribadian ganda, dan kondisi kejiwaan lainnya, proses penelitian yang objektif dan netral membantu keilmuan psikologi untuk lebih mengerti kompleksitas kejiwaan manusia, dan terus memperbaiki pengetahuan mengenai hal tersebut.
Bondage & Discipline
Bondage mengacu kepada pengekangan fisik baik sebagian maupun menyeluruh. Bondage tidak selalu dilakukan atas motivasi seksual, dan tidak selalu berakhir dengan aktivitas seksual. Dalam konteks BDSM pasca-modern Bondage hampir secara eksklusif mengacu ke proses membangun nuansa seksual sebagai alternatif dari ”foreplay”. Walaupun demikian, BDSM Bondage tidak selalu berakhir dengan aktivitas penetrasi dan hal tersebut merupakan pilihan yang bisa diambil pihak-pihak terlibat. Bondage menggunakan berbagai macam media sesuai pilihan, dengan media yang populer adalah kulit, karet, plastik, silikon, tali, logam, dan lainnya. Salah satu bentuk Bondage adalah seni tali Jepang atau Shibari. Pembahasan tersendiri diperlukan untuk seni tali ini. Ciri khas BDSM Bondage adalah perlunya persetujuan kedua belah pihak beserta keamanan fisik maupun mental pada aplikasinya. Tanpa persetujuan dan keamanan, Bondage bisa disalahgunakan menjadi kekerasan fisik yang tidak dibenarkan.
Serupa dengan Bondage, Discipline mengacu kepada pengekangan mental baik sebagian maupun menyeluruh. Berbeda dengan Bondage, Discipline tidak terlihat langsung lewat tampilan fisik seseorang tetapi lebih terlihat lewat sikap dan prilaku nya. BDSM Discipline erat kaitannya dengan perilaku yang menyenangkan salah satu pihak dengan tujuan membangun hasrat intim. Konsep Discipline dirasa lebih mudah dimengerti orang awam karena serupa dengan peran gender tradisional. Discipline bisa dilakukan dalam kerangka waktu panjang maupun pendek. Pun dilakukan dalam ruang lingkup terbatas maupun menyeluruh. Ciri khas BDSM Discipline adalah perlunya persetujuan kedua belah pihak beserta keamanan fisik maupun mental pada aplikasinya. Tanpa persetujuan dan keamanan, Discipline bisa disalahgunakan menjadi kekerasan mental yang tidak dibenarkan.
Dominant & Submissive
Ciri khas dinamika Dominant/submissive (D/s) adalah adanya timpang kuasa antara satu pihak dengan pihak lainnya yang membuka ruang ekspresi dominasi dan kepasrahan. Sebagian besar pelaksana menggunakan D/s sebagai katalis untuk membangun rasa percaya, melepaskan beban mental, menunjukan rasa kagum, yang akhirnya menciptakan koneksi dan/atau rangsangan seksual. Ada berbagai macam istilah timpang kuasa ini, terutama terkait spesifikasi, aplikasi, maupun motivasi nya. Beberapa penggolongan yang bisa membantu penggambaran setup ini adalah:
- Top – Bottom
Ini adalah setup dinamika umum yang digunakan dalam hubungan antar jenis, sejenis, maupun label seksualitas lainnya. Aplikasinya pun lebih ke aktivitas intim yang umumnya diketahui (vanilla), tanpa harus mengikuti dogma gender tradisional. Setup ini pun seringkali digunakan sebagai pelarian dari ekspektasi gender yang kaku. Contohnya, Perempuan bisa menjadi pemegang kendali atas aktivitas intim dengan seorang lelaki di balik pintu kamar, yang mana lelaki akan kembali memegang kendali di luar ruang peraduan. Lelaki yang harus menanggung beban ekspektasi tulang punggung keluarga bisa membebaskan diri sejenak dari kewajiban keputusan dan memasrahkan diri di tangan perempuan yang dia percayai. Pun di dalam hubungan sejenis, pengaturan Top-Bottom sangat fleksible sesuai kesepakatan semua pihak yang terlibat.
- Dominant – Submissive (dan Switch)
Ini adalah pengaturan dinamika yang lebih spesifik untuk nuansa BDSM. Walaupun demikian, Dominant – Submissive masih merupakan istilah yang memayungi cukup banyak sub-tipe timpang kuasa yang akan dilakukan. Dominant – Submissive dipakai untuk pelaksana / orang yang tertarik untuk mencoba BDSM yang belum mau melakukan spesifikasi, masih dalam tahap experimen, belum mau melabeli diri, maupun alasan lainnya. Setup ini sama fleksible nya dengan Top-Bottom, dimana seseorang bisa berganti peran jika diinginkan. Walaupun demikian, untuk membantu memetakan preferensi seseorang agar mudah mencari pasangan yang sesuai, maka dibuat istilah Switch sebagai penanda seseorang bisa, mau, dan/atau cenderung berganti peran. Setup dinamika BDSM ini tetap memerlukan persetujuan kedua belah pihak beserta keamanan fisik maupun mental pada aplikasinya. Tanpa persetujuan dan keamanan, setup ini bisa disalahgunakan menjadi kekerasan mental yang tidak dibenarkan.
- Master – Slave
Ada banyak pengaturan dinamika yang spesifik dibawah payung Dominant – Submissive, salah satunya Master – Slave. Setup ini mengerucutkan timpang kuasa menjadi kuasa penuh seseorang kepada orang lain, dengan meminjam istilah di era perbudakan. Perbedaan Master- Slave dengan Dominant – Submissive yang lebih umum dirasa terletak pada cakupan kuasa atas seseorang yang dianggap kalah atau lebih rendah.
Secara filosofi, Georg W. F. Hegel menjelaskan tentang jenis pengakuan tertentu yang dibutuhkan orang. Menurut Hegel, manusia membutuhkan pengakuan sebagai individu yang setara dengan orang lainnya. Sepanjang sejarah, manusia mempertaruhkan nyawa dan berjuang untuk memenuhi pengakuan ini. Sebagai manusia merdeka, digdaya, mandiri, maupun suci atau pantas. Tidak jarang dalam prosesnya seseorang akan mengalami masalah besar, dimana dia perlu menyerah sebagai alternatif dari kehilangan nyawa. [4] Seseorang yang kalah dalam perjuangan ini lantas dianggap lebih rendah dari orang lain, dan akan dihilangkan dari realita sebagai mayat, atau dianggap lebih rendah dari manusia sebagai ”budak”. Tentu saja secara resiprokal maka individu mengambil kuasa diatas orang lain dinamakan “tuan”. Orang yang kalah dalam perjuangan tidak bisa lagi memberi atau menerima pengakuan yang dibutuhkan[5]. Tentu saja pengaturan dinamika BDSM ini tetap mengedepankan Hak Asasi Manusia, memerlukan persetujuan kedua belah pihak berdasarkan pertimbangan panjang mengenai kondisi fisik maupun mental semua pihak. Tanpa persetujuan dan kepastian keamanan fisik dan mental semua pihak, pengaturan ini bisa disalahgunakan menjadi perbudakan manusia yang tidak dibenarkan.
Sadism & Masochism atau Sado-masochism
Ciri khas dari Sadism & Masochism atau Sado-masochism (S/m) adalah rasa sakit fisik. Rasa sakit ini diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan motivasi seksual maupun non seksual. S/m tidak memberikan kepastian penetrasi seksual pada aktivitasnya karena fokus utama nya adalah sensasi yang diberikan dari sakit yang dirasakan, maupun dari reaksi penerima rasa sakit. Pun sensasi yang diinginkan tidak selalu seksual melainkan lewat reaksi adrenalin dalam tubuh.
Sadism / Sado adalah sulingan aktivitas BDSM yang berdasarkan tulisan Count Donatien A.F. de Sade (1740-1815) (Bukan seorang Marquis walaupun sering disebut demikian) yang menggambarkan berbagai praktik seksual yang kejam [6]. Sebagai polar bersebrangan yang menciptakan harmoni, Masokis / Masochist berarti kepuasan seksual karena disakiti atau dilecehkan, dari bahasa Jerman Masochismus yang dibuat tahun 1883 oleh ahli saraf Jerman Richard von Krafft-Ebing (1840-1902). Istilah tersebut diambil dari nama Leopold von Sacher-Masoch (1836-1895), novelis sosialis utopis Austria yang mengabadikan seksualitas submissivenya dalam “Venus in Furs” (1869, judul bahasa Jerman “Venus im Pelz”)[7].
Walaupun berangkat dari masa lalu yang kelam, S/m menjadi pembahasa psikologi yang cukup populer, dan menjadi titik perjalanan pemahaman psikis serta kaitannya dengan seksualitas. Tentu dibarengi dengan keterbatasan ilmu pengetahuan di masa lalu, banyak kesalahkaprahan yang akhirnya diluruskan lewat observasi mengenai tendensi S/m ini.
Contohnya Sigmund Freud yang mengatakan bahwa kecenderungan untuk menimbulkan dan menerima rasa sakit selama hubungan seksual adalah ‘yang paling umum dan penting dari semua penyimpangan’ dan menganggapnya (seperti banyak hal lainnya) untuk perkembangan psikoseksual yang ditahan atau tidak teratur. Dia kurang memperhatikan sadomasokisme pada wanita, baik karena sadisme dianggap kebanyakan terjadi pada pria, atau karena masokisme dianggap sebagai kecenderungan wanita yang normal dan alami. Sedangkan dalam Studies in the Psychology of Sex (1895), Dokter Havelock Ellis berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara aspek sadisme dan masokisme. Selain itu, dia membatasi sadomasokisme pada bidang erotisme, sehingga memutuskan hubungan historis dengan pelecehan dan kekejaman [8].
Di Eropa, sebuah organisasi bernama ReviseF65 telah berjuang untuk menghilangkan sadomasokisme dari Klasifikasi penyakit Internasional (ICD) World Health Organization (WHO). Pada tahun 1995, Denmark menjadi negara Uni Eropa pertama yang menghapus sadomasokisme dari klasifikasi penyakit nasionalnya. Ini diikuti oleh Swedia pada tahun 2009, Norwegia pada tahun 2010 dan Finlandia pada tahun 2011 [1].
Tentu saja S/m di BDSM yang diakui saat ini adalah yang dilakukan setelah ada persetujuan kedua belah pihak besertaperlindungan keamanan fisik maupun mental pada aplikasinya. Tanpa persetujuan dan keamanan, S/m sangat bisa disalahgunakan yang mengakibatkan kematian maupun cedera fisik maupun mental yang tidak dibenarkan.
Tidak ada aturan baku mengenai BDSM dikarenakan kurangnya penerimaan maupun keterbukaan peradaban manusia saat ini mengenai kecenderungan psikologis untuk memasukan unsur pengekangan, dominasi, dan rasa sakit dalam aktivitas intim atau private. Atau, menurut pendapat saya pribadi, yang terjadi adalah Manusia menutup mata atas kebebasan ekspresi seksual yang memberikan ruang yang adil baik untuk lelaki, perempuan, atau non-biner dalam memilih peran mereka sendiri. Saya mengerti bahwa dikotomi diperlukan untuk membangun sekat gender yang kaku sehingga manusia dikerdilkan menjadi peran fungsional mereka, sesuai kepentingan perang, kolonisasi, industrialisasi, dan statistik. Walaupun demikian, perkembangan ilmu psikologi, biologi, medis, sosiologi, dan antropologi telah menunjukan trajektori positif terhadap penerimaan kompleksitas dan fluiditas manusia.
Survei terbaru tentang penyebaran fantasi dan praktik BDSM menunjukkan variasi yang kuat dalam rentang hasil mereka. Meskipun demikian, para peneliti berasumsi bahwa 5 hingga 25 persen populasi mempraktikkan perilaku seksual yang berkaitan dengan rasa sakit atau dominasi dan penyerahan. Populasi dengan fantasi terkait diyakini bahkan lebih besar[9]. Dengan dihapusnya BDSM konsensual dari daftar penyimpangan seksual, saya berharap penelitian dan pembelajaran mengenai BDSM bisa dilakukan dengan lebih netral dan terbuka.
[1] https://en.wikipedia.org/wiki/BDSM
[2] http://societyforpsychotherapy.org/an-introduction-to-bdsm-for-psychotherapists/
[3] https://www.researchgate.net/publication/324868035 De-Pathologization of Consensual BDSM
[4] Mattias, Iser. “Recognition”. In Zalta, Edward N. (ed.). The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Summer 2019 ed.).
[5] Duquette, David A. “Hegel’s Social and Political Thought”. Internet Encyclopedia of Philosophy.
[6] https://www.etymonline.com/word/sadistic
[7] https://www.etymonline.com/word/masochism
[8] https://www.psychologytoday.com/us/blog/hide-and-seek/201408/the-psychology-sadomasochism
[9] “Nackte Fakten – Statistik für Zahlenfetischisten” (in German). Archived from the original on 8 December 2008. Retrieved 9 November 2008.