Sejarah BDSM

Istilah “BDSM” pertama kali tercatat dalam posting Usenet dari tahun 1991. Walaupun demikian, aktivitas serupa telah dilakukan dari sejak ratusan tahun sebelumnya, dengan istilah dan etika yang berbeda.  Praktik BDSM nyatanya tercatat sebagai bagian dari sejarah dan kultur manusia sejak jaman dulu baik di kebudayaan Barat maupun Timur.

Disadur dari Wikipedia, bukti praktik BDSM yang masih bertahan dari beberapa catatan tekstual tertua di dunia salah satunya terkait dengan ritual dewi Inanna (Ishtar dalam bahasa Akkadia). Aksara cuneiform yang didedikasikan untuk Inanna menggambarkan beberapa gabungan ritual dominasi yang secara khusus menunjuk pada tulisan-tulisan kuno seperti Inanna dan Ebih (di mana Sang Dewi mendominasi Ebih), dan Hymne untuk Inanna yang menggambarkan transformasi dan ritual cross-dressing “diilhami rasa sakit dan kepuasan, menghasilkan inisiasi (diasumsikan?) dan perjalanan antar tingkatan kesadaran; hukuman, rintihan, ekstasi, ratapan dan nyanyian, para peserta masrahkan diri mereka sendiri dalam tangisan dan kesedihan.”[1]

Beberapa catatan sejarah terkait BDSM yang saya rasa signifikan untuk menyadari betapa lekatnya praktik BDSM dalam perjalanan peradaban manusia, adalah sebagai berikut:

fresco in the Etruscan Tomb of the Whipping, 5th century BC
Source : wikipedia
Nuremberg Chronicle, by Hartmann Schedel (1440-1514). A depiction of Flagellants in Medieval Europe, Germany.
Source : Wikipedia
  • Abad ke 5 SM : Tampilan grafis aktivitas sadomasokisme ditemukan di ”Makam Pencambukan” (Tomp of the whipping) peradaban Etruscan (Itali kuno) di area dekat kota Tarquinia. Didalam makam tersebut ditemukan gambaran aktivitas pencambukan seorang wanita oleh dua lelaki dalam posisi sensual [2].
  • Abad ke 9 SM : Ritual pencambukan dilakukan di Artemis Orthia sebagai salah satu area keagamaan yang paling penting dari Sparta kuno, dimana Kultus Orthia (yang merupakan agama pra-olimpia) dijalankan. Ritual pencambukan ini dinamakan Diamastigosis, dimana remaja lelaki menjalani pencambukan sebagai bukti kekuatan fisik dan keberanian, dengan disaksikan oleh imam dan pendeta wanita[3].
  • Abad 1 Masehi : Didalam Vila Misteri di pinggiran kota Pompeii, Italia Selatan, ada mural yang menunjukkan seorang wanita membawa tongkat dan mengenakan topi, perlengkapan yang sering diserahkan setelah seseorang berhasil menyelesaikan inisiasi. Wanita tersebut berlutut di depan seorang pendeta, dan terlihat sedang dicambuk oleh sosok wanita bersayap. Di sebelahnya adalah sosok penari (Maenad atau Thyiad) dan sosok berjubah dengan sebuah thyrsus (simbol inisiasi Bacchus) yang terbuat dari tangkai panjang adas yang dibungkus, dengan buah pinus di atasnya[5].
  • Kamasutra memiliki bab khusus untuk menampar, menggigit, mencakar, dan lainnya, sebagai bentuk variasi intim baik sebelum, selama, dan sesudah berhubungan. Bab-bab tersebut mementingkan bagaimana BDSM dilakukan berdasarkan cinta dan kesepakatan, dengan mengutamakan inisiasi dari wanita dan menggunaan ”safe word”[6].

Beberapa literatur BDSM yang tercatat sejarah, dilansir dari wikipedia[7], adalah sebagai berikut:

17th century

1610 Jin Ping Mei

1639 De Usu Flagrorum

1693 The Carnal Prayer Mat

1695 Jin Ping Mei – diedit oleh Zhang Zhupo

18th century

1750 Fashionable Lectures

1785 The 120 Days of Sodom

1791 Justine

1795 Aline and Valcour

1795 Philosophy in the Bedroom

1797 Juliette

Dalam era barat klasik sampai dengan modern, dilansir dari situs The Harvard Crimson, berikut adalah tonggak sejarah BDSM [8].

1785 – Comte Donatien Alphonse Francois de Sade, yang saat itu dikenal sebagai filosofis dan revolusionaris mempublikasi “Les 120 Journes de Sodome” (The 120 Days of Sodom).

1869 – Austrian noble Leopold von Sacher-Masoch (1836-95) mempublikasikan “Venus im Pelz” (Venus in Furs), karya semi-autobiografi mengenai seorang pria yang meyakinkan seorang Wanita untuk menjadikannya budak. Wanita cantik tersebut, yang bergelar Venus berbalut mantel bulu, menjadi kejam dan brutal selagi menyenangkan secara intim.

1885 – German psychologist Richard von Krafft-Ebing mempublikasi “Psychopathia Sexualis”, yang memperkenalkan istilah “sadism” dan “masochism”.

1889 – Penemu psikoanalisis, Sigmund Freud, menganalisa sadomasochism sebagai bagian dari gangguan yang dating dari tekanan alam bawah sadar. Freud menggambarkan bahwa masokisme adalah aktivitas tidak wajar untuk Wanita, dan sadism untuk pria, yang dating dari energi kejam yang terpendam.

1929 – Psikolog Inggris dan pendiri seksologi Havelock Ellis menyelesaikan Studi polemik tujuh jilidnya di Psikologi Seks. Ellis membantah Freud dan Krafft-Ebing dengan menyatakan bahwa hanya ada sedikit perbedaan antara sadisme dan masokisme karena keduanya merupakan keadaan emosional yang saling melengkapi. Ellis menciptakan konsepsi modern SM, mencatat bahwa para sadomasokis menggunakan rasa sakit untuk menciptakan kesenangan dan kekerasan untuk mengungkapkan cinta. Ellis juga membantah klaim Freud dan Krafft-Ebing bahwa sadisme adalah respons seksual stereotip pria dan masokisme untuk wanita.

1947 – Alfred C. Kinsey, mantan profesor zoologi dari Harvard, mendirikan Institute for Sex Research di Indiana University di Bloomington (sekarang disebut Kinsey Institute for Research in Sex, Gender and Reproduction). Satu tahun kemudian dia menerbitkan laporan Kinsey yang terkenal, dimana 12 persen responden wanita dan 22 persen responden pria mengatakan mereka mengalami respons erotis terhadap cerita sadomasokis, dan 55 persen wanita dan 50 persen pria melaporkan bahwa mereka merespons secara seksual saat digigit.

1954 – Penulis Peranics Pauline Rage mempublikasikan L’Histoire d’O (The Story of O), sebuah fantasi seorang Wanita yang menghamba kepada beberapa dominator seksual yang tak dikenal. Karya ini memenangkan penghargaan literatur perancis Le Prix des Deux Magots dan mendorong kebangkitan fiksi umum sadomasokistik (yang lebih lemah) di awal 1800-an.

1972 – BDSM (Bondage, Domination, Sadism and Masochism) muncul sebagai bagian dari cakupan budaya yang lebih besar untuk laki-laki gay. Berafiliasi dengan subkultur leather dan biker, praktisi BDSM yang dijelaskan Larry Townsend dalam buku populer “The Leatherman’s Handbook” menciptakan budaya “old guard” dengan aturan formal dan peran permanen yang dapat dimainkan. Dengan demikian, sadomasokisme menjadi semakin berafiliasi dengan komunitas gay Amerika.

1978 – Feminis lesbian di San Francisco, termasuk penulis Pat Califia, membentuk Samois, sebuah organisasi yang menarik perhatian nasional untuk panduan seksual eksplisit tentang BDSM. Samois menjadi pionir bagi sejumlah organisasi BDSM yang populer di tahun 1970-an dan 80-an.

1981 – Para ilmuwan mengidentifikasi AIDS yang memicu ketakutan yang meluas di komunitas gay dan meningkatnya homofobia di kalangan orang Amerika. BDSM muncul bertepatan dengan penyebaran AIDS, dimana aktivis berpendapat bahwa BDSM mengurangi risiko penyakit dengan memberikan alternatif untuk hubungan seksual yang sebenarnya.

c. 1990 – Internet memungkinkan orang-orang dengan minat seksual khusus untuk menjelajahi aktivitas yang tabu dan terhubung secara anonim. Ini membawa ledakan minat dan pengetahuan tentang SM, secara dramatis mengubah budaya menjadi lebih inklusif dan tidak terlalu tertutup.

2013 – BDSM di normalisasi didalam DSM-V (Panduan diagnostik dan statistik untuk Gangguan Mental – versi ke 5). Normalisasi dalam hal ini berarti bahwa cukup banyak individu rasional yang melakukan BDSM dengan maksud dan persetujuan yang sehat, yang membedakannya dengan kelainan parafilik.

Tentu saja banyak bukti sejarah lainnya yang menunjukan betapa lekatnya rasa terkekang, terhina, dan tersakiti sebagai emosi yang dipendam dikarenakan tuntutan ekonomi sosial manusia. BDSM memberikan ruang bagi emosi-emosi tersebut untuk diungkapkan dan disalurkan dengan cara yang paling aman dan sehat. Pelepasan emosi-emosi tersebut juga dianggap sebagai pelepasan beban, dan sebagai mengampunan spiritual terhadap diri sendiri, yang pada akhirnya menciptakan rasa percaya diri dan optimistik atas eksistensi individual pelaksananya.

Seiring dengan berkembangnya pemahaman manusia terhadap seksualitas dan aspek psikologi lainnya, diharapkan penelitian mengenai BDSM bisa dilakukan dengan etik yang lebih objektif termasuk memasukan input dari kelompok yang termarjinalisasi.

[1] “Lady of the Largest Heart” or “A Hymn to Inana C” available at Electronic Text Corpus of Sumerian Literature, University of Oxford http://etcsl.orinst.ox.ac.uk/section4/tr4073.htm Archived 5 April 2014 at the Wayback Machine lines 80-90

[2] Mario Moretti/Leonard von Matt: Etruskische Malerei in Tarquinia. Cologne 1974, Page 90, figs. 762-63, ISBN 978-3-7701-0541-0

[3] Nomis, Anne O. (2013) “The Ancient Dominatrix Goddess and her Priestess Initiates” in The History & Arts of the Dominatrix Mary Egan Publishing and Anna Nomis Ltd, pp. 61-62

[4] Nomis, Anne O. (2013) “The Whipstress and the Mysteries” in The History & Arts of the Dominatrix Mary Egan Publishing & Anna Nomis Ltd, U.K. ISBN 978-0-9927010-0-0 pp.62-64

[5] https://en.wikipedia.org/wiki/Villa_of_the_Mysteries

[6] Kamasutra by Mallanaga Vatsyayana, translated by Wendy Doniger, Oxford University Press 2003, ISBN 978-0-19-283982-4 Book II: Chapters 4, 5, 7, 8

[7] https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_BDSM_literature

[8] https://www.thecrimson.com/article/2004/10/28/from-freud-to-america-a-short/ 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Penjabaran BDSM

10/07/2023